Bangga Menjadi Anak Surabaya
Disebuah desa hiduplah
seorang anak laki-laki bernama Sutino yang saat ini masih berumur 13 tahun. Ia
tinggal bersama ibunya Sutiani. Saat ini Sutino duduk di bangku kelas VIII.
Mereka tinggal disebuah rumah yang sederhana. Sutino merupakan anak yang sangat
rajin dan suka membantu orang lain. Setiap hari ibunya Sutino bekerja sebagai
tukang pencuci pakaian. Sutino merasa kasihan terhadap ibunya, yang setiap hari
mencari uang untuk membiyayai sekolahnya dan memenuhi kebutuhan sehari-hari
yang lainnya.
Untuk membahagiakan ibunya,
Sutino selalu belajar dengan rajin. Terkadang seusai pulang sekolah, Sutino
berusaha membantu untuk meringankan beban ibunya. Ia mengumpulkan barang-barang
bekas, kemudian menjualnya. Dari hasil yang diperolehnya tersebut, Sutino dapat
membeli peralatan sekolah dan sebagian uangnya diberikan kepada ibunya. Tetapi
terkadang ibunya tidak mau menerima pemberian uang dari Sutino. Ibunya menyuruh
supaya sebagian uangnya ditabung saja. Karena ibunya merasa bahwa, uang dari
penghasilan mencuci pakaian itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Walaupun mereka makan dengan lauk-pauk yang sederhana.
Seorang Anak yang Berhasil
Pada pagi hari yang cerah
sewaktu Sutino berangkat ke sekolah, ia bertemu dengan seorang kakek tua. Kakek
tua itu terlihat seperti orang yang sedang kelaparan. Melihat kakek tua itu
Sutino merasa kasihan. Akhirnya Sutino memberikan separuh bekal makanan dan
minuman yang dibawanya dari rumah tadi. Sutino merasa senang sekali melihat
kakek tua itu makan hingga kenyang. Kemudian Sutino berpamitan kepada kakek tua
itu, dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke sekolah. Sewaktu Sutino
berpamitan, tidak lupa kakek tua itu mengucapakan terimah kasih dan
mendoakannya supaya kelak menjadi anak yang berhasil.
Sesampai di sekolahnya SMPN
Sidodadi 2, Sutino langsung menuju ke kelasnya. Disaat pelajaran berlangsung
Sutino belajar dengan sangat rajinnya. Ia selalu memerhatikan penjelasan materi
yang dijelaskan oleh gurunya. Disaat bel istirahat berbunyi Sutino lebih
memilih untuk pergi keperpustakaan sekolah, dari pada ke kantin sekolah. Ia
lebih senang membaca buku untuk menambah wawasan ilmunya.
Pada hari minggu Sutino
tidak seperti halnya anak-anak yang lainnya. Ia menghabiskan waktu libur
sekolahnya dengan kegiatan, membantu orang tuanya untuk membersihkan rumah.
Biasanya, pada sore harinya Sutino mengambil air bersih di air terjun yang
terletak diatas Bukit. Air bersih itu digunakan untuk air minum dan mandi.
Kira-kira jarak dari rumah ke air terjun itu adalah 2km.
Pada pagi harinya, seperti
biasa Sutino berangkat ke sekolah untuk mencari ilmu. Kali ini suasananya
berbeda dengan hari-hari yang sebelumnya. Sutino berangkat ke sekolah dengan
menggunakan sepeda. Sepada itu biasanya digunakan ibunya untuk mengantarkan
pakaian. Sutino hanya menggunakan sepeda, untuk keperluan yang sangat penting
saja.
Ia akan belajar kelompok dirumah temannya, yang terletak
jauh dari desa tempat tinggal Sutino. Seusai pelajaran, Sutino dan
teman-temannya mulai berangkat belajar kelompok. Tetapi ada masalah yang
terjadi ketika Sutino menaiki sepedanya. Ternyata ban sepeda Sutino bocor, dan
sepedanya tidak bisa digunakan.
Teman-teman yang sedang
bersama Sutino mengira bahwa ini adalah perbuatan Beni dan kawan-kawannya.
Sebab Beni dan kawan-kawannya itu selalu saja berbuat tidak baik terhadap
Sutino. Tetapi Sutino merasa tanggapan teman-temannya itu salah. Sutino
berpikir bahwa, Beni tidak mungkin melakukan hal seperti ini. Sutino dan
teman-temannya akhirnya pergi untuk mencari tukang tambal ban. Mereka tidak
ingin masalah kecil ini menjadi besar.
Malam harinya, Sutino
belajar untuk menghadapi ulangan harian agama besok pagi. Ia ingin mendapatkan
nilai yang sangat baik. Supaya ibunya senang karena anak satu-satunya ini bisa
menjadi anak yang pandai. Di saat ulangan harian agama telah tiba Sutino dapat
mengerjakan jawaban soal dengan mudah. Berbeda dengan Beni yang kelihatannya
bingung mencari jawaban soal kesana kemari. Karena kemarin malam Beni tidak
belajar, ia menonton televisi hingga larut malam.
Hasil ulangan harian
agamapun telah dibagikan. Keinginan Sutinopun tercapai. Ia mendapatkan nilai
yang tertinggi dikelas yaitu mendapatkan nilai 100. Beni yang gelisah menunggu
pembagian kertas ulangannya karena tidak bisa mengerjakan soal dengan isian
yang benar. Ia mendapatkan nilai 68.
Ibu guru menyuruh Beni untuk
belajar kepada Sutino. Agar nilai-nilai Beni menjadi lebih baik lagi. Beni
tidak mau dengan perintah yang di anjurkan oleh ibu guru, ia membantahnya.
Karena Beni menganggap tanpa bantuan Sutinopun ia pasti bisa mendapatkan nilai
yang lebih baik. Sesampai dirumah Sutino memperlihatkan hasil ulangannya tadi
kepada ibunya. Ibunya sangat senang karena anaknya selalu mendapatkan nilai
yang bagus.
Suatu ketika Sutino terpilih
untuk mewakili sekolahannya. Ia terpilih untuk mengikuti lomba cerdas cermat
tunggal siswa antar SMP, sedesa Sidodadi. Beni yang mendengar berita itu merasa
kesal terhadap Sutino. Ia menyindir Sutino bahwa hal itu hanya keberuntungan
yang ia dapat sementara saja. Disaat lomba cerdas cermat telah dimulai, dengan
percaya dirinya Sutino dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Akhirnya ia
mendapatkan juara ke-1 lomba cerdas cermat tunggal siswa antar SMP, sedesa
Sidodadi. Ia mendapatkan sebuah piagam dan uang tunai sebesar Rp.500.000,-
Selanjutnya Sutino akan
diwakilkankan lagi untuk mengikuti lomba cerdas cermat tunggal siswa antar SMP,
sekecamatan Sidodadi. Mendengar hal itu ibunya sangat senang dan bangga
terhadap anaknya itu. Sesampai dirumah ibunya membuatkan duacangkir teh untuk
diminum bersama anaknya, sebagai peringatan keberhasilan anaknya itu. Walaupun
hanya perayaan yang sangat sederhana. Sutino merasa senang sekali, karena bisa
membuat ibunya bangga terhadapnya. Tak lupa Bu Sutiani bersyukur atas
keberhasilan yang telah diberikan oleh Tuhan YME kepada anaknya itu.
Setelah 1 hari libur
sekolah, karena semua guru harus rapat Dinas. Sutino kembali lagi masuk
sekolah. Ia mendapat perlakuan yang sangat baik dari teman-temannya dan semua
guru-gurunya. Pada waktu pelajaran IPS, ibu guru yang mengajar di ruang kelas
Sutino mengatakan. Bahwa, Sutino adalah salah satu murid yang dapat menjadi
contoh terbaik untuk siswa yang lainnya.
Disaat cerdas cermat tunggal
siswa antar SMP, sekecamatan Sidodadi telah dimulai. Sutino berusaha agar dia
bisa membanggakan sekolahannya dan ibunya lagi. Ia sangat-sangat teliti dalam
menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan oleh juri. Namun sayangnya hasil
usaha Sutino tak seberapa membanggakan. Kali ini ia mendapatkan juara ke-2
dalam rangka lomba cerdas cermat tunggal siswa antar SMP, sekecamatan Sidodadi.
Hadiah yang diperolehnya yaitu piagam dan uang tunai sebesar Rp.500.000,-
Bu Sutiani dan Bapak kepala
sekolahnya tetap merasa bangga kepada Sutino. Karena masih bisa mendapatkan
juara ke-2. Sutino merasa kecewa, tetapi ia tidak akan putus asa atas ketidak
berhasilannya untuk menjadi juara ke-1.
Beni mengejek Sutino, “ Kenapa kau ini tidak bisa
membanggakan sekolahan kita untuk menjadi juara ke-1? ”
Sutino menjawab “ Mungkin ini adalah nasib yang telah
diberikan oleh Tuhan kepadaku, untuk berusaha lagi supaya menjadi anak yang
berhasil.”
“ Ach…. Itu paling cuma alasanmu saja!” Beni berbicara
dan kemudian meninggalkan Sutino begitu saja tanpa mendengarkan lagi penjelasan
dari Sutino.
Suatu hari ketika,
disekolahan Sutino diumumkan bahwa, untuk membuat anak-anak penerus bangsa
rajin menulis dan membaca. Dinas Pendidikan Surabaya mengadakan suatu kegiatan
seperti lomba membuat cerpen. Dengan aturan cerpen yang dibuat bertema membahagiakan
orang lain, harus mencapai seribu kata, dan hasil dari karya anak itu sendiri
yang membuat cerpen. Pemenang membuat cerpen tersebut, sebelumnya akan
diseleksi. Mana cerpen yang paling bagus dan menarik untuk dibaca.
Lomba membuat cerpen itu diadakan
untuk anak-anak SD kelas V dan VI dan seluruh siswa SMP, MTS, SMA, dan SMK.
Setiap sekolah diambil 1 pemenang cerpen yang terbaik dan cerpen yang lainnya
akan dibukukan, kemudian diletakkan di perpustakaan sekolah. Setelah itu akan
diseleksi manakah sekolahan yang cerpennya paling terbaik. Dan akan mendapatkan
sebuah piagam, uang tunai, dan cerpennya akan diterbitkan diseluruh majalah
Surabaya oleh Dinas Pendidikan kota Surabaya.
Mendengar pengumuman itu
Sutino berusaha membuat sebuah cerpen yang menarik untuk dibaca. Cerpen itu ia
beri judul “ Seorang Anak yang Berhasil ”. Setelah berusaha dan tidak kenal
putus asa, akhirnya Sutino adalah pemenang cerpen yang terbaik di sekolahnya.
Kemudian cerpen Sutino dan cerpen-cerpen dari sekolahan lainnya diseleksi oleh
Dinas Pendidikan kota Surabaya. Sutino tidak menyangka bahwa cerpennyalah yang
menjadi pemenang juara ke-1 sekota Surabaya. Mendengar berita tersebut Bu
Sutiani langsung jatuh pingsan. Ternyata anaknya itu memang benar-benar
berhasil membuat orang tuanya sangat merasa bahagia.
BAHASA INDONESIA