MONOLOG
DUNIA
DALAM KOIN
Tampak seorang anak muda sedang membaca sebuah buku
(kadang didekatkan kewajahnya, kadang dijauhkan terus berulang-ulang dan
akhirnya buku itu dimasukan kedalam bajunya)
Rasanya sudah lama aku mencoba untuk mengerti apa
isi buku ini, bahkan lebih lama dari yang aku ingat. Tapi tetap saja tak ada
satupun yang menempel dalam benak, pusing! Tiada banding!. Ah lebih baik kucoba
untuk berdialog dengan buku ini dari hati kehati siapa tahu dia dapat menerima
keluh kesahku.
Sambil mengusap buku didalam bajunya penuh
kelembutan
Wahai jiwa yang ada dalam buku ini mengertilah
tentang apa yang aku bicarakan padamu, dengar dan dengarlah! Mungkin kau sudah
bosan dengan telunjuku ini yang sekian lama membuka helai demi helai isi
perutmu hanya untuk seteguk ilmu untuk melicinkan serabut otak dalam kepalaku
agar tidak kaku dan lemah karena kurang vitamin. Coba kamu telaah setiap
serabut dalam otakku yang bermiliar-miliar jumlahnya, setiap hari nyaris tidak
pernah tidur karena banyaknya peristiwa, kejadian dan perintah yang berasal
dari mata, mulut, lidah, hidung dan kawan-kawannya yang memintanya untuk
menterjemahkan tentang apa saja yang
tertangkap dan terekam.
Diluar pangung terdengar suara radio yang
frekuensinya diputar secara acak sehingga menghasilkan suara yang gaduh dan
tidak beraturan karena diputar secara cepat antar gelombang frekuensi.
(sambil menungging dan kedua tangannya meraih bagian
belakang kepalanya hingga tertunduk)
Sudah….sudah berhenti!! Kejam sekali rasanya!, beku
pikiranku!, habis sudah tenaga ku!, kapan aku dapat yang selama ini kamu
janjikan!, kapan? Tidak hari ini katamu?, lalu kapan lagi janjimu itu kau
penuhi? Lihat aku mulai sekarat karena telah melahap apa yang kau jejalkan
dalam kepalaku! Mulai dari pilihan yang banyak tapi terbatas, hasrat yang tak
berujung, pengorbanan palsu, obral janji yang busuk sebusuk sampah dalam tong
sampah di depan pasar itu!, cih!!….aku tak sudi lagi jadi budak mu! Ayo cepat
lah kau keluar dari sesaknya serabut dalam otak ku! yang serasa akan pecah
terburai, oh aku sudah tak tahan lagi!. Bagaimana kau mengintimidasi
pemikiranku, menghujat tentang keakuanku, mengkoyak-koyak dinding-dinding
kesadaranku hingga nalarku terkubur oleh timbunan kata-katamu yang melilit
bertumpuk tumpuk saling tumpang tindih sampai membumbung , semerawut tanpa
keberaturan, mengunciku dalam ruang sepi, tanpa warna, kaku, tanpa bau, tanpa
awal dan tak berakhir hingga aku sadar dalam ketidaksadaran, mati dalam keadaan
hidup.oh….dimana sang pengasih,..dimana kebenaran…..
Duduk terkulai lemah (musik mengeksplorasi keadaan
ruang yang hening dan gaduh)
Sebenarnya dia bukan sipa-siapa, datang dari aras
yang jauh, bukan saudara ataupun
family,dia datang menghembuskan angin surga tentang sesuatu yang dapat mengubah
aku menjadi megaloman, YA MEGALOMAN yang dapat menguasai dunia! Tapi dengan
syarat, aku harus membunuh! Lantang aku jawab wah aku tak sanggup dengan syarat
itu, jangankan suruh membunuh mansia membunuh semutpun akau tak kuasa karena
bagaimanapun semut juga memiliki hak yang sama tentang hak untuk hidup, hak
untuk mendapatkan posisi dan hak-hak lain yang berhubungan dengan insting
naluriah. Oh…bukan membunuh yang seperti itu anak muda!, katanya, tapi kau
harus membunuh semua pertanyaan yang ada dalam kepalamu, kau harus membunuh
rasa ingin tahumu, dan kau harus membersihkan semua pikiran-pikaran besar dan
kecilmu untuk mengetahui sesuatu! Lalu aku tanya mengapa harus begitu? Diam!! jangan kau berbicara sebelum aku
persilahkan! ini aturanya mengerti? Katanya dengan suara keras!.
Berdiri dengan agak terhuyung…lalu menirukan sosok
arogan…
Masih banyak hal – hal lain dalam peraturan ku yang
harus kau penuhi sebelum kau menjadi megalomania, nah kau dengar itu suara riuh
rendah itu, mereka adalah pengikut setiaku, dalam jiwa mereka sudah dibuang
habis apa itu yang namanya pengertian, kebijaksanaan, keadilan, kearifan,
pemikiran, kemanusiaan, ilmu dan apapun yang berhubungan dengan itu, semuanya
telah kubeli dan kuganti dengan koin kepalsuan yang menjadi ruh dan
semangatku!. Dan aku telah siapkan untuk setiap diantara mereka yang mampu
melakukan aturanku yaitu MA-TE-RI, yang menunjukan peringkat mereka bahwa
mereka telah menjadi budak A-R-O-G-A-N. Mereka semua telah datang padaku dengan
meninggalkan KEHAKIKIANnya sebagai manusia!, dan itu yang ku inginkan darimu!.
Sudah tidak ada jalan untuk kembali lagi!. Kamu harus menjadi manusia tanpa
prikemanusiaan, dan tentunya harus arogan seperti aku, ha.ha…ha.!!!
Lampu fadeout,…. suasana menjadi terang kembali,
tampak anak muda sedang duduku sambil memegang keningnya!
Oh… (mengambil nafas panjang dan dalam) kini aku
sudah tidak bisa menghindar dari kekuasaannya si AROGAN, apakah aku sudah
menjadi budaknya? Oh tidak,.tidak mungkin aku menjadi budaknya!. Sudah
berulangkali aku menolak tentang pembaptisan atau apapun namanya upacara
tersebut, yang jelas aku menolak mentah-mentah apapun yang selalu diucapkan
oleh si arogan!.
Tapi,….mengapa tepian dalam benakku selalu saja
kacau, tidak pernah aku fokus terhadap sesuatu, aku merasa cahaya-cahaya didalam
tabung kaca itu mengunciku dalam keterasingan, mengendalikan aku ketika aku
tidur, sehingga tidurku terasa tidak nyenyak!. Cahaya-cahaya itupun sering
sekali mempermainkan akal dan pikiranku!, sudah tak mampu lagi aku mengingat
tentang budipekerti yang selalu bunda ajarkan, tentang jiwa kesatria yang
selalu ayah ajarkan padaku, sudah hampir terhapus semuanya didalam ruang
memori otaku yang selalu kejang, keram
dan membiru memar di sengat cahaya dalam tabung itu. Oh buku-buku ini pun sudah
tidak sanggup masuk kedalam benaku yang sesak oleh tumpukan-tumpukan ketidak
tahuan, gumpalan-gumpalan keraguan akan apapun, dan kerlap-kerlip kemalasan
yang memenjarakan semua destiniku!.
Musik menggambarkan kebekuan rung, keputusasaan
berkepanjangan (lightingfade in)
Anak muda
berdiri sambil mengendong guling kecil seperti bayi.
Timang-timang anaku sayang sudah besar jangan jadi
megalomania!, Timang-timang anaku sayang sudah besar jangan jadi raja goda!,
Timang-timang anaku sayang sudah besar jangan jadi sumpah serapah, jangan
menjadi riuh rendah ketidak pastian!,tugasmu menanti di aras sana. Hancurkan
kebekuan bunda yang tak berujung…., kibarkan benderamu dengan gagah seperti
gunung yang menacap sampai diperut bumi!
Cep….cep…cep anaku!, simpan airmatamu untuk jiwa-jiwa yang kering akan
kejujuran nurani. Simpan tangismu untuk keharuan abadi dalam kepalsuan jaman
yang menjerat seperti lilitan rantai tanpa ujung!
Sekarang tidurlah dalam buaian sang kekasih dengan
ditemani nyanyian rembulan dan alunan simfoni gemintang yang kerlipnya menyapu
berlaksa kegundahan.
Bermimpilah dikerajaan nyata dimana disana masih
banyak kata yang bermakna, masih mengalir dengan derasnya air kemurnian tentang
bagaimana budi perkerti di tempa dengan ketulusan nurani, dan itulah snjata
yang akan mampu mengalahkan si AROGAN!. Titip salam dari bunda buat
kebijaksanaan dan maha ilmu kepastian.
Dengan nada yang mengalun pelan menyanyikan buaian
kasih, ia pun tertidur
Lighting fade out.
Selesai.
BAHASA INDONESIA