1. Jenderal Gatot Soebroto
Jenderal
Gatot Soebroto merupakan tokoh yang lahir di Banyumas Jawa Tengah, 10
Oktober 1907 dan Beliau meninggal di Jakarta, 11 Juni 1962. Semasa
hidupnya, Gatot Seobroto mempunyai peranan besar bagi bangsa
Indonesia. Di tahun 1923, Gatot Seobroto yang awalnya hanya pegawai
masuk sekolah militer KNIL Magelang. Kemudian, saat Jepang menduduki
Indonesia Gatot Soebroto mengikuti pendidikan PETA di Bogor.
Setelah
kemerdekaan, Gatot Soebroto memilih masuk Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) dan pekerjaannya pun berlanjut sampai dipercaya menjadi
Panglima Divisi II, Panglima Coprs Polisi Militer hingga menjadi
Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya.
Namanya dikenal sebagai penggagas akan perlunya sebuah Akademi Militer gabungan seperti AD,AU, dan AL guna untuk membina para perwira muda. Kemudian, gagasan tersebut diwujudkan dengan dibentuknya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau AKABRI di tahun 1965.
Namanya dikenal sebagai penggagas akan perlunya sebuah Akademi Militer gabungan seperti AD,AU, dan AL guna untuk membina para perwira muda. Kemudian, gagasan tersebut diwujudkan dengan dibentuknya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau AKABRI di tahun 1965.
2. Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution
Abdul
Haris Nasution merupakan tokoh yang lahir di Kotanopan, Sumatera
Utara pada 3 Desember 1918 dan meninggal di Jakarta, 6 September 2000
saat umur 81 tahun. Ketika
Belanda membuka sekolah perwira cadangan Indonesia pada tahun 1940,
Abdul Haris Nasution ikut masuk dan mendaftar di sana. Kemudian,
Nasution diangkat sebagai pembantu Letnan di Surabaya.
Di tahun 1942, beliau mengalami pertamanya di Surabaya melawan Jepang. Setelah berhasil mengalahkan Jepang dalam Perang Dunia II bersama dengan eks-PETA, Nasution mendirikan Badan Keamanan Rakyat.
Di tahun 1942, beliau mengalami pertamanya di Surabaya melawan Jepang. Setelah berhasil mengalahkan Jepang dalam Perang Dunia II bersama dengan eks-PETA, Nasution mendirikan Badan Keamanan Rakyat.
Pada
tahun 1946, Nasution dilatik oleh Presiden Soekarno sebagai Panglima
Divisi Siliwangi. Sebagai seorang tokoh militer Nasution dikenal
dengan ahli perang Gerilya dan dikenal sebagai penggagas dwifungsi
ABRI. Semua gagasan perang Gerilya Nasution, dituangkan ke dalam
buku yang berjudul Fundamentals
of Guerilla Warfare.
3. Letkol Slamet Riyadi
Slamet
Riyadi merupakan tokoh yang lahir di Surakarta pada 26 Juli 1927 dan
meninggal di Ambon pada 4 November 1950 saat berumur 23 tahun.
Setelah diangkat sebagai Komandan
Batalyon Resimen I Devisi X.
Selamet Riyadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan perjuangan dari pemuda-pemuda terlatih eks-Peta/Heiho/Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan Batalyon yang dipersiapkan bermaksud untuk mempelopori perebutan sebuah kekuasaan politik serta militer di kota Solo dari tangan Jepang.
Selamet Riyadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan perjuangan dari pemuda-pemuda terlatih eks-Peta/Heiho/Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan Batalyon yang dipersiapkan bermaksud untuk mempelopori perebutan sebuah kekuasaan politik serta militer di kota Solo dari tangan Jepang.
Kemudian, Slamet Riyadi diangkat menjadi Komandan Batalyon XIV dan pasukannya sangat aktif melakukan serangan Gerilya terhadap kedudukan militer Belanda.
Ketiga
tokoh tersebut mempunyai peranan penting dalam kemerdekaan
Indonesia,
mulai dari perjuangan hingga pemikirannya. Itulah yang membuat nama
ketiga tokoh tersebut sebagai nama jalan di kota-kota besar di
Indonesia.
Semoga bermanfaat.
4.
Jenderal Ahmad Yani
Tokoh
satu ini terkenal sebagai salah satu pahlawan Revolusi
Indonesia. Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani lahir di Purworejo,
19 Juni 1922 dan wafat di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965.
Achmad
Yani selalu berbeda paham dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Ia
menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri
dari buruh dan tani yang dipersenjatai. Oleh karena itu, ia menjadi
salah satu target PKI yang diculik dan dibunuh di antara tujuh
petinggi TNI Angkatan Darat melalui Pemberontakan G30S/PKI (Gerakan
Tiga Puluh September/PKI). Achmad Yani ditembak di depan kamar
tidurnya pada tanggal 1 Oktober 1965 (dinihari). Jenazahnya kemudian
ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur dan dimakamkan secara layak
di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Achmad Yani gugur
sebagai Pahlawan Revolusi. Pangkat sebelumnya sebagai Letnan Jenderal
dinaikkan satu tingkat (sebagai penghargaan) menjadi Jenderal
5.
Yos Sudarso
Yos
Sudarso lahir di Salatiga pada tanggal 24 Nopember 1925. Pada
awalnya, Yos Sudarso beekerja di kapal Jepang sebagai Mualim,
kemudian ia keluar dan bergabung ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Laut yang kemudian berganti nama menjadi Angkatan Laut Republik
Indonesia (ALRI).
Saat
bergabung dengan ALRI, Yos Sudarso banyak melakukan tugas-tugas
operasi militer untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan yang
terjadi di daerah-daerah pasca Proklamasi Kemerdekaan.
Ketika
terbentuknya gerakan Tri Komando Rakyat yang lebih dikenal dengan
nama "Trikora", Komodor Yos Sudarso merasa terpanggil untuk
ikut serta dalam operasi militer intelejen. Kemudian pada anggal 15
Januari 1962 terjadilah pertempuaran di Laut Arafuru. Saat itu,
Belanda berhasil melumpuhkan kapal yang mengangkut Komodor Yos
Sudarso.
Perairan
laut Arafuru, menjadi saksi bisu pertempuran sengit militer laut
Indonesia dengan kekuatan tentara Belanda di Irian Barat yang
menenggelamkan KRI Matjan Tutul dan menewaskan banyak Pahlawan Bangsa
termasuk seorang putra laut terbaik Indonesia, Pahlawan Nasional
Komodor Yos Sudarso.
6.
Katamso Darmokusumo
Pada
tahun 1963 Brigjen Katamso diamanahi jabatan sebagai Komandan Korem
072 Kodam VII/Diponegoro yang berkedudukan di Yogyakarta. Pada masa
itu ideology PKI telah menyebar luas dilapisan masyarakat. PKI juga
menyasar kalangan terpelajar untuk bergabung dengan mereka dan
diharapkan menjadi kekuatan intelektual mereka. Brigjen Katamso
mencium gelagat itu sangat kuat penyebaran PKI di daerah Solo, maka
beliau memutuskan untuk melakukan pembinaan kepada para mahasiswa di
daerah Solo. Para Mahasiswa tersebut diberi Pelatihan Militer guna
meningkatkan kecintaan kepada Negara Republik Indonesia diatas
kelompok dan golongan.
PKI
melancarkan penculikan terhadap komandan Korem 072 dan Kepala Staf
Korem Letnan Kolonel Sugiono pada tanggal 1 Oktober 1965 sore hari.
Katamso dan Sugiono dibawa ke daerah Keuntungan, dan sesampainya
ditempat, mereka dipukul pakai kunci mortar hingga tewas. PKI telah
mempersiapkan segala sesuatunya di daerah tersebut. Lubang telah
disiapkan khusus untuk menyembunyikan jasad kedua perwira tersebut
yang memang sudah menjadi target pembunuhan. Jenazah keduanya baru
diketemukan pada 21 Oktober 1965 dalam keadaan rusak setelah
dilakukan pencarian secara besar-besaran semenjak peristiwa hilangnya
mereka berdua. Kemudian pada tanggal 22 Oktober 1965 jenazah mereka
berdua dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta. Biografi
Brigadir Jenderal Katamso Darmokusumomenjelaskan,
atas jasa dan perjuangan beliau, pemerintah menganugerahkan sebagai
Pahlawan Revolusi berdasarkan SK Presiden RI No. 118/KOTI/ tahun 1965
yang tertanggal 19 Oktober 1965.
7.Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan
Mayor
Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan (lahir di Balige,
Sumatera Utara, 19 Juni 1925 – meninggal di Lubang Buaya, Jakarta,
1 Oktober 1965 pada umur 40 tahun) adalah salah satu pahlawan
revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata,
Jakarta
Ketika
Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya
membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI. Di
TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian
menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada
tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay)
Komandemen Tentara Sumatera. Dan ketika Pasukan Belanda melakukan
Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan
Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Seiring
dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun
memperoleh pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat
menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit
Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi
Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.
Setelah
mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan
sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya
telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia.
Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang
pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff
College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV
Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah terakhir
yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi.
Ketika
menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas
keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik
Rakyat Tiongkok (RRT) untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa
senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan
yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the
New Emerging Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang
giatnya mengadakan persiapan melancarkan pemberontakan.
8.
SUPRAPTO
Suprapto
lahir pada tahun 1920 di Purwokerto. Pada masa kemerdekaan, Suprapto
menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan turut
dalam pertempuran di Ambarawa (Palagan Ambarawa). Jawabatan yang
pernah disandangnya seperti Kepala Staf Tentara dan Teritorial IV
Diponegoro di Semarang dan menjadi Staf Angkatan Darat di Jakarta.
Dari Jakarta, Suprapto ditugaskan ke Medan sebagai deputi Kepala Staf
Angkatan Darat untuk wilayah Sumatra. Kemudian ditugaskan kembali ke
Jakarta sebagai Deputi II Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Mayor
Jenderal Suprapto menjadi salah satu korban dalam peristiwa
G-30-S/PKI.
Atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal
Anumerta dan beliau dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi berdasarkan
SK Presiden No. 111/KOTI/1965 tanggal 5 Oktober 1965.
9. SISWONDO PARMAN
10.
Sutoyo Siswomiharjo.
Sutoyo
Siswomiharjo lahir pada tanggal 23 Agustus 1922 di Kebumen.
Selanjutnya Sutoyo Siswomiharjo terjun ke militer dan bergabung
dengan TKR bagian kepolisian yang kemudian berkembang menjadi Corps
Polisi Militer (CPM). Sutoyo pernah menjabat sebagai ajudan Komandan
Divisi V Kolonel Gatot Subroto. Pada bulan juli 1948 Sutoyo diangkat
menjadi Kepala Staf CPM Yogyakarta dan dua bulan berikutnya menjadi
Komandan CPM Detasemen II Surakarta.