Mata Pelajaran Sekolah Kamu

Makalah unsur-unsur kebudayaan tentang sistem bahasa


KATA PENGANTAR


segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari makalah ini belum dapat dikatakan sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya.
dalam makalah ini penulis membahas mengenai “unsur-unsur kebudayaan tentang system bahasa”, dengan makalah ini penulis mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya.


Majalengka,


DAFTAR ISI


Kata pengantar ........................................................................... i
Daftar isi ..................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
  1. Pengertian Bahasa…..................................................................1-2
B. Pengertian Bahsa Menurut Beberapa Ahli.…..........................2-3
C. Pengaruh Budaya Terhadap Perubahan Bahasa………………….4
D. Fungsi Dan Tujuan Sistem Bahasa…………………………………5
  1. Hubungan Antara Bahasa Dan Budaya…………………………..5-8
F. Hubungan Bahasa Dengan Kebudayaan………………………….9-10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………….......................................11
B.Saran.........................................................................................11


DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..................12


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Secara umum, pengertian budaya adalah mengatur agar manusia bisa mengerti bagaimana seharusnya untuk bertindak, berbuat, menentukan sikap ketika berinteraksi dengan orang lain.Istilah budaya dari kata culture yang merupakan istilah bahasa asing yang memiliki arti kebudayaan. Kata tersebut berasal dari bahasa latin “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau petani.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya merupakan sebuah pemikiran, adat istiadat atau akal budi. Secara tata bahasa, arti atau makna dari kebudayaan diturunkan dari kata budaya dimana cenderung kearah cara berpikir manusia. Dalam sebuah budaya ada beberapa unsur dari budaya tersebut salah satunya adalah system bahasa system tersebut merupakan system terpenting bagi suatu bangsa.
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.


1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang unsur kebudayaan “ sistem bahasa “
2. Untuk menambah wawasan tentang sistem bahasa dalam unsur kebudayaan

BAB 2
PEMBAHASAN



  1. PENGERTIAN BAHASA

Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi berikutnya. Tanpa bahasa, kebudayaan akan sulit diterjemahkan dan diterima oleh generasi penerus karenanya bahasa bersifat simbolis. Hal tersebut mengandung arti bahwa melalui bahasa, suatu perkataan dapat melambangkan arti apapun, meskipun hal atau benda yang dilambangkan oleh kata tersebut tidak ada. Kebudayaan sendiri merupakan proses hasil belajar, di mana bahasa berperan vital di dalamnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa memiliki peran sebagai cara atau alat bagi orangtua dalam mewariskan kebudayaan dan bagi anak sebagai cara atau alat untuk mempelajari kebudayaan tersebut.

Bahasa sebagai sarana dan prasarana pendukung budaya berkembang sejalan dengan perkembangan budaya bangsa pemiliknya. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa perkembangan bahasa sejalan pula dengan perkembangan ilmu dan teknologi.Bahasa dapat digolongkan sebagai akar budaya bangsa karena berkaitan dengan pola pikir bangsa. Produk budaya tidak akan terwujud tanpa adanya bahasa yang menjadi sarana atau prasarana pendukungnya.Bahasa merupakan simbol yang digunakan manusia dalam bermasyarakat dan berinteraksi. Kemampuan manusia berbahasa juga membedakan manusia itu sendiri dengan hewan karena kemampuan tersebut lahir dari hasil penalaran akal pikiran manusia. Hewan hanya memiliki insting atau naluri saja. Manusia memiliki akal pikiran yang melahirkan kebudayaan melalui bahasa.

  1. PENGERTIAN BAHASA MENURUT BEBERAPA AHLI

  1. KOENTJARANINGRAT,
unsur bahasa atau sistem perlambangan manusia secara lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi adalah deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasivariasi dari bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku bangsa tersebut dapat diuraikan dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut Koentjaraningrat menentukan batas daerah penyebaran suatu bahasa tidak mudah karena daerah perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang sangat intensif dalam berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi perkembangan bahasa sering terjadi.

  1. BILL ADAMS
Bahasa adalah sebuah sistem pengembangan psikologi individu dalam sebuah konteks inter-subjektif



  1. WITTGENSTEIN
Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis

  1. FERDINAND DE SAUSSURE
Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain

  1. PLATO
Bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut
  1. BLOCH & TRAGER
Bahasa adalah sebuah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama.
  1. CARROL
Bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia


  1. SUDARYONO
Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman.

  1. SAUSSURE
Bahasa adalah objek dari semiology

  1. Mc. CARTHY
Bahasa adalah praktik yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir

  1. WILLIAM A. HAVILAND
Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu
Bila dilihat dari beberapa definisi dan pengertian mengenai bahasa menurut beberapa ahli diatas, kita bisa melihat bahwa terdapat perbedaan definisi tentang bahasa dimana definisi dari setiap ahli tergantung dengan apa yang ingin ditekankan oleh setiap tersebut. Namun meskipun terdapat perbedaan, nampaknya disepakati bersama bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Dan sebagai alat komunikasi , bahasa mempunyai fungsi-fungsi dan ragam-ragam tertentu.
  1. PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERUBAHAN BAHASA

Pengaruh budaya terhadap bahasa dewasa ini banyak kita saksikan. Banyak kata atau istilah baru yang dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama yang sudah ada. Hal tersebut karena dianggap kurang tepat, tidak rasional, kurang halus, atau kurang ilmiah. Misalnya kata pariwisata untuk menggantikan turisme, kata wisatawan untuk menggantikan turis atau pelancong. Kata darmawisata untuk mengganti kata piknik; dan kata suku cadang untuk mengganti kata onderdil. Kata-kata turisme, turis dan onderdil dianggap tidak nasional. Karena itu perlu diganti yang bersifat nasional. Kata-kata kuli dan buruh diganti dengan karyawan, babu diganti dengan pembantu rumah tangga, dan kata pelayan diganti dengan pramuniaga, karena kata-kata tersebut dianggap berbau feodal.


Begitu juga dengan kata penjara diganti dengan lembaga pemasyarakatan, kenaikan harga diganti dengan penyesuaian harga, gelandangan menjadi tuna wisma, pelacur menjadi tunasusila adalah karena kata-kata tersebut dianggap halus ; kurang sopan menurut pandangan norma sosial. Proses penggantian nama atau penyebutan baru masih terus akan berlangsung sesuai dengan perkembangan pandangan dan norma budaya di dalam masyarakat.


Begitu juga bahasa yang diplesetkan yang tidak lepas dari perkembangan pengetahuan, pertukaran budaya, dan kemajuan informasi sekarang ini. Sebagaimana Mansoer Pateda mengatakan bahwa bahasa yang diplesetkan sangat berhubungan erat dengan perkembangan pemakai bahasa untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan kemauannya.16 Misalnya kata kepala diplesetkan menjadi kelapa, tolong diplesetkan menjadi lontong, reformasi diplesetkan menjadi repot nasi, partisipasi diplesetkan menjadi partisisapi. Begitu juga dalam kalimat misalnya I am going to school menjadi ayam goreng to school.

  1. FUNGSI DAN TUJUAN SISTEM BAHASA


untuk membatasi cara-cara berpikir dan pandangan bangsa atau daerah yang bersangkutan terhadap fenomena tempat mereka hidup. Dengan demikian sususan bahasa dan keistimewaan lain yang dimiliknya merupakan faktor dasar bagaimana suatu masyarakat memandang hakikat alam dan tempat mereka berada.
Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi (Koentrajaningrat, 2002). Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.

  1. HUBUNGAN ANTARA BAHASA DAN BUDAYA

Menurut Koentjaraningrat (1992) bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan subordinatif, suatu bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Di samping itu, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi. Masinambouw (dalam Crista, 2012: 1) malah menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan dua sistem yang melekat pada manusia. Kebudayaan itu adalah satu sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana.


Masinambouw (dalam Crista, 2012: 1) juga mempersoalkan bagaimana hubungan antara kebahasaan dan kebudayaan, apakah bersifat subordinatif, ataukah bersifat koordinatif. Kalau bersifat subordinatif mana yang menjadi main sistem (sistem atasan) dan mana pula yang menjadi subsystem (sistem bawahan). Kebanyakan ahli memang mengatakan bahwa kebudayaanlah yang menjadi main system, sedangkan bahasa hanya merupakan subsistem.


Mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan yang bersifat koordinatif ada dua hal yaitu hubungan kebahasaan dan kebudayaan itu seperti anak kembar siam, dua buah fenomena yang terikat erat seperti hubungan sisi satu dengan sisi yang lain pada sekeping uang logam (Silzer dalam Crista, 2012: 1). Jadi, pendapat ini mengatakan kebahasaan dan kebudayaan merupakan dua fenomena yang berbeda, tetapi hubungannya sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan, sejalan dengan konsep Masinambouw. Hal kedua yang menarik dalam hubungan koordinatif ini adalah adanya hipotesis yang sangat controversial, yaitu hipotesis dari dua pakar linguistik ternama, yakni Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf. Hipotesis ini dikenal dengan nama hipotesis Sapir dan Whorf.


Meskipun gagasan-gagasan yang dikemukakan kedua sarjana itu, Sapir dan Whorf, adalah hasil penelitian yang lama dan mendalam, serta dikemukakan dalam karangan yang bobot ilmiahnya sangat tinggi, tetapi nyatanya gagasan mereka disebutkan dalam hipotesisnya sangat kontroversial dengan pendapat sebagaian besar sarjana. Dalam hipotesis itu, dikemukakan bahwa bahasa bukan hanya menentukan corak budaya, tetapi juga menentukan cara dan jalan pikir manusia. Suatu bangsa yang berbeda bahasanya dari bangsa yang lain, akan memilki corak budaya dan jalan pikiran yang berbeda pula.


Perbedaan-perbedaan budaya dan jalan pikiran manusia tersebut bersumber dari perbedaan bahasa. Bahasa itu memengaruhi kebudayaan dan jalan pikiran manusia, maka ciri-ciri yang ada dalam suatu bahasa akan tercermin pada sikap dan budaya penuturnya. Contoh, katanya dalam bahasa Barat ada sistem kala yaitu penutur bahasa memerhatikan dan terikat waktu, misalnya pada musim panas pukul 21.00 matahari masih bersinar dengan terang, tetapi kanak-kanak karena sudah menjadi kebiasaan disuruhnya tidur karena katanya hari sudah malam. Sebaliknya, bagi orang Indonesia karena dalam bahasanya tidak ada sistem kala, menjadi tidak memperhatikan waktu, seperti acara yang sudah terjadwalkan waktunya bisa mundur satu jam. Itulah sababnya uangkapan jam karet hanya ada di Indonesia.


Menurut Koentjaraningrat (1990) buruknya kemampuan berbahasa Indonesia sebagian besar orang Indonesia, termasuk kaum intelektualnya, adalah karena adanya sifat-sifat negatif yang melekat pada mental pada sebagian besar orang Indonesia. Sifat-sifat negatif itu adalah suka meremehkan mutu, mental menerabas, tuna harga diri, menjauhi disiplin, enggan bertanggung jawab, dan suka latah atau ikut-ikutan.


Menurut Koentjaraningrat, sikap mental menerabas tercermin dalam perilaku berbahasa berupa adanya keinginan untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, tetapi tanpa keinginan untuk belajar. Mereka menganggap bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa kita yang secara alami, yang dapat dikuasai tanpa harus dipelajari. Memang benar secara politis kita adalah orang Indonesia, karena lahir dan dibesarkan di Indonesia, dan bahasa Indonesia adalah milik kita. Akan tetapi, apakah benar itu dapat dikuasai dengan baik tanpa melalui proses belajar. Lebih-lebih kalau diingat bahwa bagi sebagian besar orang Indonesia, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua, bukan bahasa pertama. Untuk menguasai bahasa pertama saja kita harus belajar dari lingkungan kita: apabila untuk menguasai bahasa kedua yang harus dipelajari dari orang lain.


Sikap tuna harga diri, menurut Koentjaraningrat, berarti tidak mau menghargai milik diri sendiri, tetapi sangat menghargai diri orang lain, orang asing. Sikap ini tercermin dalam perilaku berbahasa, karena ingin selalu menghargai orang asing, maka menjadi selalu menggunakan bahasa asing dan menomorduakan bahasa sendiri. Lihat saja buktinya, demi menghargai orang asing, keset-keset di muka pintu kantor pemerintahan pun bertuliskan kata-kata welcome bukan selamat datang; pintu-pintu di atas bertuliskan in atau exit, dan bukan masuk atau keluar; dan di pintu yang daunnya dapat dibuka dua arah bertuliskan petunjuk push dan pull, dan bukannya dorong dan tarik.


Sikap menjauhi disiplin tercermin dalam perilaku berbahasa yang tidak mau atau malas mengikuti aturan atau kaidah bahasa. Ujaran-ujaran seperti Dia punya mau tidak begitu atau Dia punya dua mobil sudah lazim kita dengar, padahal kedua struktur kalimat itu tidak sesuai dengan kaidah yang ada. Harusnya berbunyi, Kemauannya tidak demikian, dan Dia mempunyai dua buah mobil.


Sikap tidak mau bertanggung jawab menurut Koentjaraningrat (1992) tercermin dalam perilaku berbahasa yang tidak mau memerhatikan penalaran bahasa yang benar. Kalimat seperti Uang iuran anggota terpaksa dinaikkan karena sudah lama tidak naik, sering kita dengar. Kalau mau menalar dan bertanggung jawab, alasan kenaikan itu bukanlah karena sudah lama tidak naik, mungkin, misalnya, karena sudah tidak sesuai lagi dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Jadi, bertanggung jawab dalam berbahasa, artinya, dapat mempertanggungjawabkan kebenaran isi kalimat itu.


Sifat latah atau ikut-ikutan tercermin dalam berbahasa dengan selalu mengikuti saja ucapan orang lain (biasanya ucapan pejabat atau pemimpin) yang sebenarnya secara gramatikal tidak benar. Umpamanya karena adanya gerakan yang bersemboyankan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat maka diikuti ucapan itu. Padahal secara semantik dan gramatikal ungkapan, memasyarakatkan olahraga memang benar, yakni berarti menjadikan olah raga itu menjadi kebiasaan dalam masyarakat; tetapi ungkapan, mengolahragakan masyarakat, tidak benar, sebab ungkapan itu berarti masyarakat itu jadi olah raga. Kalau yang dimaksud adalah menjadikan masyarakat itu berolah raga, maka bentuknya haruslah, memperolahragakan masyarakat.

Hubungan bahasa dengan kebudayaan yang telah dipaparkan oleh Koentjaraningrat (1990) di atas, ternyata yang memengaruhi perilaku berbahasa adalah budaya. Budaya di sini dalam arti luas, termasuk sifat dan sikap yang dimiliki oleh penutur. Untuk lebih memahami adanya hubungan budaya dan tindak tutur, serta melihat budaya-budaya yang tidak sama, sehingga melahirkan pola tindak tutur yang berbeda, camkan ilustrasi berikut.

Dalam masyarakat tutur Indonesia kalau ada orang memuji, misalnya dengan mengatakan Bajumu bagus sekali!, atau Wah rumah saudara besar sekali, maka yang dipuji akan menjawab pujian itu dengan nada menolak merendah, misalnya dengan mengatakan Ah, ini cuma baju murah kok dan Yah, beginilah namanya juga rumah di kampung!. Akan tetapi kalau itu terjadi dalam budaya Inggris, tentu akan dijawab dengan kata Terima kasih!. Contoh lain, dalam budaya Indonesia hanya laki-laki yang dapat mengawini atau menikahi wanita, sedangkan wanita tidak dapat mengawini atau menikahi laki-laki, sebab kalimat dalam budaya Inggris, baik laki-laki maupun wanita dapat menikahi lawan jenisnya. Dalam budaya Indonesia, informasi-informasi (dalam bentuk tindak tutur) lebih sering disampaikan secara tidak langsung dengan menggunakan bahasa kias atau bahasa isyarat, tetapi dalam budaya Inggris lebih umum disampaikan secara langsung dengan alat komunikasi verbal.

  1. Hubungan Bahasa dengan kebudayaan

Hubungan antara kebudayaan lokal, tercermin dalam bentuk persebaran bahasa daerah, sebagai unsur kebudayaan lokal. Merupakan dampak interaksi sosial antara kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaan. Misal: penduduk suku Jawa yang tinggal berbatasan dengan wilayah suku Sunda (Jawa Barat) antara lain Cilacap dan Brebes, memiliki ragam bahasa yang merupakan perpaduan antara bahasa Jawa dan Sunda.
Sistem Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.
Menurut Koentjaraningrat, unsur bahasa atau sistem perlambangan manusia secara lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi adalah deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasivariasi dari bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku bangsa tersebut dapat diuraikan dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut Koentjaraningrat menentukan batas daerah penyebaran suatu bahasa tidak mudah karena daerah perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang sangat intensif dalam berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi perkembangan bahasa sering terjadi.

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi berikutnya. Tanpa bahasa, kebudayaan akan sulit diterjemahkan dan diterima oleh generasi penerus karenanya bahasa bersifat simbolis. Hal tersebut mengandung arti bahwa melalui bahasa, suatu perkataan dapat melambangkan arti apapun, meskipun hal atau benda yang dilambangkan oleh kata tersebut tidak ada. Kebudayaan sendiri merupakan proses hasil belajar, di mana bahasa berperan vital di dalamnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa memiliki peran sebagai cara atau alat bagi orangtua dalam mewariskan kebudayaan dan bagi anak sebagai cara atau alat untuk mempelajari kebudayaan tersebut.
B. Saran
Diharapkan pembaca dapat mengetahui dan memahami unsur-unsur kebudayaan serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/pengertiankebudayaanSupartono W. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/unsurunsurkebudayaan

,